cerita pendek

KALI KEDUA | Raisa (Fiction Story) by MawarCahaya

7:23:00 PM Dee 1 Comments



Jika wangimu saja bisa memindahkan duniaku

Maka cintamu pasti bisa mengubah jalan hidupku

Cukup sekali saja aku pernah merasa betapa menyiksa kehilanganmu

Kau tak terganti kau yang selalu kunanti takkan kulepas lagi



Pegang tanganku bersama jatuh cinta

Kali kedua pada yang sama

Jika senyummu saja bisa mencuri detak jantungku

Maka pelukanmu yang bisa menyapu seluruh hatiku



Cukup sekali saja aku pernah merasa betapa menyiksa kehilanganmu

Kau tak terganti kau yang selalu kunanti takkan kulepas lagi



Pegang tanganku bersama jatuh cinta kali kedua pada yang sama



Jatuhkan hati, tanpa peduli

Kedua kali kita bersama lagi






Cukup sekali saja aku pernah merasa begitu menyiksanya kehilanganmu. Ya, cukup sekali saja. 

Dahulu. Duniaku seakan terbalik saat menyadari semuanya harus berakhir, tak ada lagi cahaya harapan untukku, aku begitu kehilangan arah. Tak tahu kemana akan melangkah. Seluruh sendi seakan lumpuh, seluruh indra mati rasa. Bahkan bernafaspun sulit, saat mengingat kepergianmu.

5 tahun lalu. Kursi taman ini menjadi saksi bisu perpisahan kita. Perpisahan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya akan terjadi. Sore mendung kelabu itu, bibirku gemerutuk. Tak mengerti harus berkata apa saat kau ucapkan pisah. Akupun tak mengerti salahku apa, hingga kau berniat mengakhiri hubungan ini. 

“Kau terlalu  baik untukku” begitu katamu, yang  terdengar sebagai kata-kata yang amat klise di telingaku.

“Aku tidak mengerti apa yang kamu bilang” masih dirundung bingung aku mengatakan itu padanya.

“Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Yang jelas aku sudah tidak berniat melanjutkan hubungan kita. Karena kurasa hubungan kita ini tidak maju kemana-mana. Aku yang merasa bukanlah orang yang tepat menjadi pendampingmu. Kamu pantas mendapat yang lebih baik” katanya tanpa berani menatap mataku. 

Akupun sebenarnya tidak mampu menatap wajahnya, karena rasanya begitu menyakitkan memandangnya sekarang. Kalimat yang dilontarkan begitu tajam merobek perasaanku. Tentu sangat menyakitkan berpisah dengan orang yang amat kita sayangi, apalagi perpisahan ini tanpa alasan yang jelas.

Kuberanikan diri merespon perkataannya “Kamu tidak tahu betapa besar aku menyayangimu. Kamu, ya kamu. Tidak ada yang lain yang bisa membuatku jatuh cinta berkali-kali seperti ini. Kamu tidak tahu mati-matian aku menjaga perasaan ini. Jika saja aku harus berlari di atas bara api, ataupun memegang mata belati yang tajam, akan kulakukan demi membuatmu tetap di sini. Tapi…”

Begitu teramat menyesakkan dada untuk sekedar menuntaskan kalimat terakhir ini…
“Jika keputusanmu membuatmu bahagia. Aku terima” 

Aku meninggalkannya, tanpa ingin mendengar perkataan darinya lagi. Aku tidak sanggup sakit lebih dalam dari ini. Cukup kebahagiaannya saja yang membuatku bisa bertahan dengan segalanya. Apapun, hanya demi dia. 5 tahun lalu, hubungan itu berakhir. Dan perasaan indah itu kusimpan saja sendiri dalam hati, dalam kehampaan hingga kini.

5 tahun aku bertahan dalam kesendirian, masih berharap akan kenangan indah bersamanya yang akan kembali. Makin sering aku berharap, makin sakit hatiku sesungguhnya. Karena kehadirannya tak lagi kurasa. Sejak perpisahan itu, ia benar-benar lenyap dari kehidupanku. Hanya sesekali kabarnya kudengar melalui teman baikku, teman baiknya.

Dia sehat, karirnya baik, hidupnya tentram, pasangannya berganti-ganti. Kabar-kabar seperti itu yang kerap hadir disela perbincanganku yang tak sengaja dengan temanku, temannya juga. Aku hanya bisa tersenyum simpul, sambil memendam perih di hati. Hidupnya sudah move, tapi aku tidak.

Sekeras apapun aku menghilangkan bayangannya dalam pikiranku, berkali-kali lipat ia datang lagi menyerbu saat-saat sepiku tanpanya. Tidak adil, hanya aku yang merasa seperti ini. Aku merasa menjadi manusia paling sengsara di dunia, 5 tahun, hidup dalam kemurungan, penantian tak pasti. Penantian yang kecil kemungkinan akan indah pada akhirnya.

Separah itu aku tak bisa lepas dari bayangannya, bahkan saat tak sengaja aku menghirup aroma parfum yang sama seperti yang ia dulu sering pakai, memori ku langsung terlempar pada kenangan beberapa tahun silam, saat masih menjalin hubungan dengannya. Seketika mood ku bisa berubah drastis. Tiba-tiba membiru. Bahkan wanginya saja mampu memindahkan duniaku begitu mudah. Perasaan rindu ini langsung menelusup memenuhi rongga tubuhku, begitu rindu akan sosoknya. Mataku berkaca-kaca. Tak tahan, bahkan aku kerap menangis. Aku ini tak berdaya tanpanya. Sungguh.

5 tahun belakangan ini aku menjalani hari-hari seperti tubuh yang tak bernyawa. Menjalani keseharian dan rutinitas yang itu-itu saja. Hidup tanpa rasa, matipun enggan. Aku masih yakin, hanya cintanya yang mampu mengubah jalan hidupku. Tak ada lain yang mampu menggantikannya. Aku tetap menanti. Penantian yang tak berkesudahan.

Suatu hari, saat aku sedang menemani teman baikku berbelanja di sebuah mal, entah ada angin apa, atau memang aku sedang dilanda rindu serindu-rindunya, tiba-tiba banyak sosok orang-orang yang lalu lalang di mal berwujud seperti dia. Mirip, serupa, semacam, apapun itu namanya. Berkali-kali itupula, jantungku dibuat berdegup kencang, karena otakku selalu menduga diriku melihat dan bertemu dirinya lagi.
Rasanya seperti terjun dari tebing tinggi, sensasinya tak terperi. Aku ingin sekali bertemu dengannya, bahkan berhalusinasi seperti ini. Semua orang tampak seperti dirinya. Tapi di sisi lain aku amat ketakutan, akan seperti apa perasaanku yang telah remuk redam ini jika harus berjumpa lagi dengannya?

Di tengah perenunganku, temanku menyelipkan sepucuk amplop. Tak banyak ia berbicara, hanya sebuah semburat senyum kecil menghiasi wajahnya. Sebentar ia memelukku, berpamitan, dan pergi. Aku pulang sendiri, ditemani tanda tanya besar dalam hati. Surat siapakah yang dilayangkan untukku ini??

Dear Amanda, 5 tahun dan ratusan purnama berlalu, tak kuduga kita benar-benar terpisah dan berpura-pura tak saling kenal selama ini. Sejak perpisahan itu, aku merasa menjadi orang paling bodoh sedunia, memutuskan cinta seseorang yang sangat kusayang dan menyayangiku sepenuh hatinya. Aku benar-benar tidak tahu harus memperbaiki keadaan seperti apa. Aku ingin bersamamu, tapi aku terlalu bodoh untuk bisa membahagiakanmu. Dulu, aku belumlah mempunyai apa-apa, belumlah menjadi siapa-siapa. Bagaimana mungkin aku tega terus bersamamu tanpa persiapan apapun. Oleh karena itu aku memilih pergi. Pilihan yang teramat bodoh. Yang baru kusadari pada akhirnya. 

5 tahun dan puluhan wanita kutemui. Ketahuilah, tak ada wanita yang seperti dirimu. Kujatuhkan diriku kepelukan banyak wanita untuk mengenyahkan rasa bersalahku karena kehilanganmu. Aku merasa tak punya muka untuk kembali. Karena kamu begitu sempurna, sedangkan aku begitu dungu, jadi kufikir aku hanya pantas untuk bersama wanita yang dungu juga. Bukan denganmu.

Amanda, 5 tahun berlalu dan aku terperangkap dalam kebisuan. Terbelenggu ketakutan untuk memulai percakapan lagi denganmu. Ku tahu di sana hatimu retak-retak. Oleh karena itu aku tak tega untuk menyentuh bagian rapuh itu lagi. Karena di sini, diriku jauh lebih rapuh tiap kali mengingatmu. 

5 tahun berlalu, dan ribuan kejadian datang dalam hidupku. Tak dapat kuhindari, bayangmu selalu ada. 

Dalam ketakutan, bayanganmu selalu menguatkan langkahku memperbaiki diri. Dulu, aku hanyalah seorang pecundang yang tak berani menatap dunia. Namun lihatlah Amanda, sekarang ini aku menjadi orang yang teguh berdiri di atas kakinya. Yang siap menghadapi kemungkinan apapun sekalipun terburuk dalam hidup. Itu karena kamu, sosokmu yang meski jauh dan tak teraih, selalu memberi semangat. Hidupmu senantiasa hidup dalam hidupku.

Sekarang, aku kembali, melalui lembaran surat ini. Karena aku ingin kamu mengerti terlebih dahulu maksudku. Jika kamu benar mengerti, selanjutnya kamu seharusnya tahu kemana aku akan diam menunggumu.

Dan sebelumnya, maafkan aku. Teramat dalam maaf ini kulayangkan untukmu.

Tertanda, Aksara.

Tak ada derai air mata, Amanda hanya terdiam. Tak mampu tubuhnya merespon apa-apa setelah tuntas ia membaca sepucuk surat itu. Ia lantas berlari bagai kesetanan ke tempat yang Aksara maksud "diam menunggu" itu. Memang tidak jauh lokasinya dari rumah Amanda. Dalam hitungan 10 menit berlari bagai phanter, Amanda berlari menghampiri sesosok tubuh yang diam berdiri di bawah pohon Angsana Kuning yang sedang gugur bunganya. Hatinya berdegup kencang. Otot-ototnya kaku, tubuhnya gemetar dan tak bisa digerakan lagi, namun ia masih bisa melihat sosok itu berbalik badan dan tersenyum simpul, tepat di depannya sekarang.

"Jangan berani-beraninya mendekat jika kamu hanya main-main" suara Amanda tergetar hebat.

Laki-laki yang telah lama ia nantikan akan kembali berdiri tepat di hadapannya, tidak tahu apa yang akan dia lakukan setelah ini. Otak Amanda blank seketika.  Seperti terjangkit virus, entah jenis virus apa.

Lelaki itu tidak membalas apa-apa perkataan Amanda. Ia hanya tersenyum, senyum yang sama yang selalu mampu mencuri detak jantung Amanda seketika. Kemudian ia menghampiri gadis yang masih berdiri gamang itu dan meraih jari-jemari tangan Amanda begitu lembut. Lama-kelamaaan genggamannya makin begitu erat. Amanda memejamkan matanya, Aksara membisikinya sesuatu. "Rasakan, jika rasanya masih sama seperti dulu. Balaslah genggaman tanganku ini, Amanda"

Kedua insan itu saling menutup mata. Merasakan getaran yang bereaksi di dalam dirinya. Tidak butuh waktu lama untuk Amanda merasakan gelombang hebat yang melanda dirinya sekarang, jantungnya beribu kali lipat berdetak lebih cepat, rasanya seperti mau copot. Genggaman tangan Aksara membuatnya merasa seperti melayang. Nyaman, indah, rasa yang sama persis seperti awal dulu Aksara menyatakan cintanya. Tidak ada yang berubah, sama sekali, walau Aksara pernah menggores luka sangat dalam karena meninggalkannya sendiri. Hati Amanda masih menyebut nama yang sama: Aksara.

Rasanya pun masih bernama sama: Jatuh Cinta. Dengan orang yang sama, dengan tatapan yang sama, dengan sentuhan yang sama, dengan lelaki yang memiliki aroma wangi khas yang sama yang begitu menenangkan jiwa. Amanda tidak terfikir ingin bersama orang lain, sejak awal mereka bertemu hingga nanti, entah kapan.

Amanda membalas genggaman tangan Aksara begitu eratnya, hingga membuat hati Aksara terlonjak. Aksara menggantikan genggaman tangan penuh cinta itu dengan pelukan dalam yang mampu menyapu seluruh hati Amanda yang sedang dipenuhi kebahagiaan memuncak luar biasa.

Kesalahan ada untuk dimaafkan. Kesepian dan sakit yang dideritanya musnah seketika, Aksara datang membawa penawarnya. Aksara telah menawarkan diri, jiwa, serta raga sepenuhnya untuk menemani Amanda. Begitupun Amanda telah  rela menjatuhkan hati sepenuhnya pada lelaki ini, tanpa peduli apapun yang telah terjadi di antara mereka sebelumnya dan yang akan terjadi nanti, untuk kemudian berjanji tidak akan saling melepaskan lagi.

Biarkan saat-saat ini dirasakan bersama, berdua saja, saat ini juga.

Akhirnya,...
Kali kedua, kita bersama lagi...


You Might Also Like

1 comment:

  1. Lah, dimuat dimana ini?

    btw, angsana pohon favorite ya? muncul di cerpen lainnya juga kayaknya.

    ReplyDelete