cerita pendek

Sepatu yang (tidak) baru untuk Marisa

10:07:00 PM Dee 0 Comments





And to the rest of the world,
God gave you shoes to fit you
So put 'em on and wear 'em 
(Eminem)

 
Marisa ingin sekali sepatu baru. Sudah ratusan toko sepatu ia datangi, sudah ribuan katalog sepatu ia bolak balik, sudah tak terhitung online shop yang ia lihat, tapi tak jua ia membeli sepatu baru idamannya. Bukan karena uangnya tidak cukup untuk membeli sepatu mahal. Tapi Marisa agak pemilih dan sedikit idealis. Ia tidak akan membeli sepatu jika dirasa modelnya tidak cocok dan tidak nyaman dipakai di kaki indahnya.
Sore itu Marisa minta ditemani Tifany ke toko sepatu di luar kota. Tifany tidak bisa menolak permintaan Marisa, karena Marisa adalah sahabat baiknya, lagi pula ia punya banyak waktu luang. Jadilah sore itu mereka berangkat berdua ke luar kota yang dimaksud dengan menaiki kereta.
Sepanjang perjalanan yang berhujan, Marisa membayangkan akan menemukan sepatu idamannya di toko yang akan ia datangi. Ia senyum-senyum sendiri sambil memandangi guyuran air hujan yang membasahi kaca gerbong kereta di luar sana.
Kereta mereka sampai setelah 4 jam perjalanan, Tifany membangunkan Marisa yang tertidur bersandar di pundaknya. Mereka berdesakan keluar kereta bersama para penumpang lainnya. Cuacanya di luar sana sudah tidak berhujan, tetapi langit mulai menggelap dan udara cukup dingin menusuk kulit. Mereka segera bergegas mencari penginapan yang lokasinya tidak jauh dari stasiun kereta.
Marisa menghenyakan tubuhnya di atas kasur yang tidak terlalu empuk di penginapan murah dekat stasiun. Matanya setengah terpejam. Dirasakan Tifany menepuk telapak kaki kirinya.
“Mandi dulu, baru tidur, agar tubuhmu tidak gatal-gatal” katanya. Marisa menuruti apa kata sahabatnya dengan setengah malas terhuyung ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.

Malam tadi mereka tidak sempat makan malam, jadilah pagi ini mereka dilanda lapar yang hebat. Perut kedua gadis itu keroncongan bukan main. Setelah bersiap-siap mereka mulai melangkahkan kaki berburu sarapan di kota asing itu, dilanjutkan dengan tujuan utama Marisa pergi ke sana yaitu mencari sepatu yang diidam-idamkannya sejak lama. Entah mengapa ia begitu yakin hari itu ia akan menemukan sepatu yang diinginkannya.
Mulai pagi hari sampai matahari kini tepat di atas kepala mereka, rupanya Marisa belum juga menemukan sepatu yang diinginkannya. Seluruh pelosok kota ia datangi. Kakinya sudah ratusan kali mencoba sepatu-sepatu yang dipajang di etalase toko, jawabannya tetap sama: tidak cocok.
Tifany mulai lelah meruntuti langkah kaki Marisa ke sana dan kemari. Wajahnya tampak kesal. Tapi ia tidak bisa menyalahkan Marisa, karena dia sudah hafal bahwa teman baiknya ini tidak bisa dan tidak akan mau disalahkan. Tabiatnya memang keras. Akhirnya, cukup sehela-dua hela nafas panjang saja yang ia hembuskan untuk mengusir kekesalannya.
“Sa, Kayanya yah, sudah hampir semua toko sepatu dan mall kita datangi di kota ini. Mungkin belum jodohmu bertemu sepatu impian, kita pulang sa...”
“Tunggu Tif, aku mau kesana” serunya memotong kalimat Tifany, lantas Marisa menarik agak paksa tangan Tifany ke sebuah acara bertemakan “Garage Sale”.
Banyak benda-benda antik dan unik terpajang di meja-meja kayu panjang. Di beberapa sudut tertulis: Preloved stuff: On Sale Today! Yang berarti benda-benda yang dijual di sini merupakan barang bekas yang dulunya merupakan barang-barang kesayangan pemiliknya.
Tifany tampak sibuk melihat-lihat barang-barang yang didisplay, sesekali memotretnya dan diunggah ke instagram. Sementara Marisa tetap pada pendiriannya yaitu mencari sepatu impiannya.
Kurang lebih satu jam mereka mengitari tempat itu, Tifany memutuskan membeli sebuah topi pet lucu berwarna coklat, yang tampaknya sangat cocok dipakai di atas kepalanya. Sementara Marisa belum juga mendapatkan apa-apa untuk dibeli. Ia terduduk lemas di sisi salah satu booth. Kakinya diselonjorkan ke depan, tangannya mengurut kedua betisnya yang mulai nyut-nyutan. Tifany duduk di sampingnya menemani sambil minum es teh yang ia beli baru saja.
Sesaat setelah mereka beristirahat, tiba-tiba “Pluk”. Sebuah sepatu flat berwarna baby pink jatuh tepat di atas kepala Marisa. Ia kaget bukan kepalang. Dari mana asalnya sepatu ini? Ia memungut jatuhnya sepatu itu dan mengamati sesaat. Sepatu itu hanya sebelah kiri, kemana yang sebelah lagi? Sewaktu ia berdiri masih sambil memegang sepatu yang jatuh dari antah berantah itu, kemudian sesosok gadis berkepang dua seumuran dengannya berlarian ke arahnya sambil berteriak, “Hey kamu! Itu sepatuku” katanya.
Marisa gelagapan sesaat seraya menyerahkan sepatu kepada gadis berkepang itu, “Ini punyamu? Kok bisa terbang?” katanya polos.
“Hihihi. Mana ada sepatu yang bisa terbang?” kata gadis berkepang itu sambil terkikik. “Itu memang sepatuku, dan aku sengaja melemparnya ke sembarang arah. Karena..”
Marisa dan Tifany serius menanti alasan gadis itu melempar sepatunya sembarangan.
“Karena aku ingin memberikannya pada seseorang. Aku tidak tahu ingin memberikan sepatu kesayanganku ini pada siapa. Aku ingin menjualnya tapi tidak tega, sedangkan ada yang mengajak untuk barter tapi aku sedang tidak ingin punya sepatu lainnya. Jadi aku sengaja melemparnya sembarang arah, berharap ada seseorang yang menemukannya dan orang itu memang layak menerimanya” jelasnya panjang lebar.
“Jadi kau memberikan ini untukku?” tanya Marisa.
“Ya sepatu itu untukmu” jawab gadis berkepang itu sambil menyerahkan yang sebelah lagi.
“Aku tidak bisa menerimanya, ini sepatu kesayanganmu, kenapa kau berikan pada orang asing? Padaku?” selidik Marisa.
“Tidak ada alasan yang berarti. Aku hanya ingin belajar berpisah dengan sesuatu yang amat kusayangi. Karena pada akhirnya setiap perjumpaan pasti ada perpisahan kan? Lagipula aku ingin orang lain merasakan berdiri di atas sepatu itu sepertiku. Rasanya menyenangkan. Coba saja!” tantangnya ceria.
Marisa merasa gadis ini berfikiran agak aneh, tapi setelah ia menimang sepatu itu, seketika ia merasa begitu saja jatuh cinta padanya. Dan rasa ingin memiliki membuncah dari dalam hatinya. Mungkin sepatu ini memang ditakdirkan untuknya. Perlahan ia mencopot sepatunya sendiri dan mencoba sepatu flat baby pink yang indah itu.
“Cocok sekali! Sepertinya sepatu itu memilihmu. Dia tampak menyukaimu” seru gadis berkepang itu penuh semangat.
Marisa masih belum mengerti apa yang dimaksud gadis itu, tapi ia merasa sangat nyaman memakai sepatu itu seakan tidak ingin melepaskannya lagi dari kakinya. Setelah mengucapkan terimakasih, Marisa berpamitan pada gadis itu.
Kini Marisa dan Tifany berada di kereta pulang. Selama perjalanan Marisa tertidur dan bermimpi. Ia bermimpi melihat gadis berkepang itu memakai sepatu flat babypink yang tadi diberikan padanya. Gadis itu tampak berlari riang dengan sepatu manis itu di kakinya. Rambutnya yang terkuncir bergerak kesana-kemari mengikuti irama loncatan gadis itu. Ia terus berlari ke sana kemari, melewati rerumputan, bebatuan, sungai-sungai, bahkan genangan air. Lalu gadis itu masuk ke dalam hutan rimba. Marisa melihat gadis itu jatuh terduduk. Sepatunya terlepas satu. Ia memungut sepatu itu dan bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah gadis itu menangis. Bukan karena ia terjatuh di hutan tadi, tapi karena sepatunya, sepatu kesayangannya tertusuk duri pohon dan berlubang cukup parah. Duri itu hampir mengenai telapak kaki dan bisa jadi membuatnya luka parah, tapi sepatu itu menyelamatkannya. Ia masih menangis sambil berusaha memperbaiki sepatunya. Keesokan hari sepatunya hanya ditaruh di kotak kaca, ia hanya bisa memandanginya sepanjang hari. Ingin rasanya gadis itu memakai sepatu kesayangannya itu dan mengajaknya berlarian menikmati sinar mentari cerah di luar sana. Tapi gadis itu takut, takut melukai sepatu kesayangannya itu untuk kedua kalinya. Begitu besarnya rasa sayang gadis itu pada sepatunya, sampai ia tidak tega melukainya, bahkan berdiri di atasnya. Membayangkan menginjak sepatu itu membuatnya sesak. Tapi kesesakan lainnya hadir kala ia memendam rindu untuk memakai sepatu itu dan berlarian bersamanya lagi. Ia menangis tiada henti. Ia amat rindu.
Pada adegan lain, Marisa melihat dirinya sendiri menerima sepatu itu dari gadis berkepang di suatu taman. Gadis itu berpesan agar Marisa  menjaganya, mempercayakan padanya sepenuhnya. Ia tersenyum, berbalik arah dan pergi. Tapi tak lama ia menangis, menangis bahagia.
Marisa terbangun karena kereta mereka sudah sampai di tempat tujuan. Tifany terkejut melihat sahabatnya itu menangis selagi tidur. Marisa juga kaget mendapati air mata menggenang di pipinya. Ia mencari bungkusan sepatu itu, dan memeluknya. Lantas ia membalik bagian bawah sepatu itu yang sebelah kanan. Tampak tersamar lubang yang diperbaiki dengan rapih. Jadi mimpinya itu benar-benar nyata. Sepatu ini pernah tertusuk duri dan rusak. Gadis itu tidak tega memakainya lagi, karena takut akan melukainya untuk kedua kali. Entah mengapa Marisa merasa berkali lipat lebih mencintai sepatu itu dan akan menjaganya, teringat pula pesan gadis itu yang disampaikan melalui mimpi. Ia tidak akan melukai sepatu itu dan akan selalu menjaganya.
Sepatu Marisa memang tidak baru, tapi dia bahagia memakainya. Sepatu Marisa memang tidak mengkilat dan bukan dari brand terkemuka, tapi sepatu itu selalu cocok dipakai Marisa di segala suasana, seakan sepatu itu bisa cepat beradaptasi mengikuti penampilan Marisa. Dan Marisa gemar memakainya sehari-hari, serta merawatnya dengan sepenuh hati. Sepatu itu awet sekali dan tampak selalu indah dipandang mata. Marisa bahagia memilikinya. Begitupun pula sepatu itu tampak bahagia melindungi dan mengihias kaki Marisa sepanjang waktu. 


“Orang yang begitu menyayangimu tidak akan tega membuatmu terluka, walaupun itu akan melukai dirinya sendiri” (Mawar_cahaya)




0 comments: