cerita pendek

Sepatu yang (tidak) baru untuk Marisa

10:07:00 PM Dee 0 Comments





And to the rest of the world,
God gave you shoes to fit you
So put 'em on and wear 'em 
(Eminem)

 
Marisa ingin sekali sepatu baru. Sudah ratusan toko sepatu ia datangi, sudah ribuan katalog sepatu ia bolak balik, sudah tak terhitung online shop yang ia lihat, tapi tak jua ia membeli sepatu baru idamannya. Bukan karena uangnya tidak cukup untuk membeli sepatu mahal. Tapi Marisa agak pemilih dan sedikit idealis. Ia tidak akan membeli sepatu jika dirasa modelnya tidak cocok dan tidak nyaman dipakai di kaki indahnya.
Sore itu Marisa minta ditemani Tifany ke toko sepatu di luar kota. Tifany tidak bisa menolak permintaan Marisa, karena Marisa adalah sahabat baiknya, lagi pula ia punya banyak waktu luang. Jadilah sore itu mereka berangkat berdua ke luar kota yang dimaksud dengan menaiki kereta.
Sepanjang perjalanan yang berhujan, Marisa membayangkan akan menemukan sepatu idamannya di toko yang akan ia datangi. Ia senyum-senyum sendiri sambil memandangi guyuran air hujan yang membasahi kaca gerbong kereta di luar sana.
Kereta mereka sampai setelah 4 jam perjalanan, Tifany membangunkan Marisa yang tertidur bersandar di pundaknya. Mereka berdesakan keluar kereta bersama para penumpang lainnya. Cuacanya di luar sana sudah tidak berhujan, tetapi langit mulai menggelap dan udara cukup dingin menusuk kulit. Mereka segera bergegas mencari penginapan yang lokasinya tidak jauh dari stasiun kereta.
Marisa menghenyakan tubuhnya di atas kasur yang tidak terlalu empuk di penginapan murah dekat stasiun. Matanya setengah terpejam. Dirasakan Tifany menepuk telapak kaki kirinya.
“Mandi dulu, baru tidur, agar tubuhmu tidak gatal-gatal” katanya. Marisa menuruti apa kata sahabatnya dengan setengah malas terhuyung ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.

Malam tadi mereka tidak sempat makan malam, jadilah pagi ini mereka dilanda lapar yang hebat. Perut kedua gadis itu keroncongan bukan main. Setelah bersiap-siap mereka mulai melangkahkan kaki berburu sarapan di kota asing itu, dilanjutkan dengan tujuan utama Marisa pergi ke sana yaitu mencari sepatu yang diidam-idamkannya sejak lama. Entah mengapa ia begitu yakin hari itu ia akan menemukan sepatu yang diinginkannya.
Mulai pagi hari sampai matahari kini tepat di atas kepala mereka, rupanya Marisa belum juga menemukan sepatu yang diinginkannya. Seluruh pelosok kota ia datangi. Kakinya sudah ratusan kali mencoba sepatu-sepatu yang dipajang di etalase toko, jawabannya tetap sama: tidak cocok.
Tifany mulai lelah meruntuti langkah kaki Marisa ke sana dan kemari. Wajahnya tampak kesal. Tapi ia tidak bisa menyalahkan Marisa, karena dia sudah hafal bahwa teman baiknya ini tidak bisa dan tidak akan mau disalahkan. Tabiatnya memang keras. Akhirnya, cukup sehela-dua hela nafas panjang saja yang ia hembuskan untuk mengusir kekesalannya.
“Sa, Kayanya yah, sudah hampir semua toko sepatu dan mall kita datangi di kota ini. Mungkin belum jodohmu bertemu sepatu impian, kita pulang sa...”
“Tunggu Tif, aku mau kesana” serunya memotong kalimat Tifany, lantas Marisa menarik agak paksa tangan Tifany ke sebuah acara bertemakan “Garage Sale”.
Banyak benda-benda antik dan unik terpajang di meja-meja kayu panjang. Di beberapa sudut tertulis: Preloved stuff: On Sale Today! Yang berarti benda-benda yang dijual di sini merupakan barang bekas yang dulunya merupakan barang-barang kesayangan pemiliknya.
Tifany tampak sibuk melihat-lihat barang-barang yang didisplay, sesekali memotretnya dan diunggah ke instagram. Sementara Marisa tetap pada pendiriannya yaitu mencari sepatu impiannya.
Kurang lebih satu jam mereka mengitari tempat itu, Tifany memutuskan membeli sebuah topi pet lucu berwarna coklat, yang tampaknya sangat cocok dipakai di atas kepalanya. Sementara Marisa belum juga mendapatkan apa-apa untuk dibeli. Ia terduduk lemas di sisi salah satu booth. Kakinya diselonjorkan ke depan, tangannya mengurut kedua betisnya yang mulai nyut-nyutan. Tifany duduk di sampingnya menemani sambil minum es teh yang ia beli baru saja.
Sesaat setelah mereka beristirahat, tiba-tiba “Pluk”. Sebuah sepatu flat berwarna baby pink jatuh tepat di atas kepala Marisa. Ia kaget bukan kepalang. Dari mana asalnya sepatu ini? Ia memungut jatuhnya sepatu itu dan mengamati sesaat. Sepatu itu hanya sebelah kiri, kemana yang sebelah lagi? Sewaktu ia berdiri masih sambil memegang sepatu yang jatuh dari antah berantah itu, kemudian sesosok gadis berkepang dua seumuran dengannya berlarian ke arahnya sambil berteriak, “Hey kamu! Itu sepatuku” katanya.
Marisa gelagapan sesaat seraya menyerahkan sepatu kepada gadis berkepang itu, “Ini punyamu? Kok bisa terbang?” katanya polos.
“Hihihi. Mana ada sepatu yang bisa terbang?” kata gadis berkepang itu sambil terkikik. “Itu memang sepatuku, dan aku sengaja melemparnya ke sembarang arah. Karena..”
Marisa dan Tifany serius menanti alasan gadis itu melempar sepatunya sembarangan.
“Karena aku ingin memberikannya pada seseorang. Aku tidak tahu ingin memberikan sepatu kesayanganku ini pada siapa. Aku ingin menjualnya tapi tidak tega, sedangkan ada yang mengajak untuk barter tapi aku sedang tidak ingin punya sepatu lainnya. Jadi aku sengaja melemparnya sembarang arah, berharap ada seseorang yang menemukannya dan orang itu memang layak menerimanya” jelasnya panjang lebar.
“Jadi kau memberikan ini untukku?” tanya Marisa.
“Ya sepatu itu untukmu” jawab gadis berkepang itu sambil menyerahkan yang sebelah lagi.
“Aku tidak bisa menerimanya, ini sepatu kesayanganmu, kenapa kau berikan pada orang asing? Padaku?” selidik Marisa.
“Tidak ada alasan yang berarti. Aku hanya ingin belajar berpisah dengan sesuatu yang amat kusayangi. Karena pada akhirnya setiap perjumpaan pasti ada perpisahan kan? Lagipula aku ingin orang lain merasakan berdiri di atas sepatu itu sepertiku. Rasanya menyenangkan. Coba saja!” tantangnya ceria.
Marisa merasa gadis ini berfikiran agak aneh, tapi setelah ia menimang sepatu itu, seketika ia merasa begitu saja jatuh cinta padanya. Dan rasa ingin memiliki membuncah dari dalam hatinya. Mungkin sepatu ini memang ditakdirkan untuknya. Perlahan ia mencopot sepatunya sendiri dan mencoba sepatu flat baby pink yang indah itu.
“Cocok sekali! Sepertinya sepatu itu memilihmu. Dia tampak menyukaimu” seru gadis berkepang itu penuh semangat.
Marisa masih belum mengerti apa yang dimaksud gadis itu, tapi ia merasa sangat nyaman memakai sepatu itu seakan tidak ingin melepaskannya lagi dari kakinya. Setelah mengucapkan terimakasih, Marisa berpamitan pada gadis itu.
Kini Marisa dan Tifany berada di kereta pulang. Selama perjalanan Marisa tertidur dan bermimpi. Ia bermimpi melihat gadis berkepang itu memakai sepatu flat babypink yang tadi diberikan padanya. Gadis itu tampak berlari riang dengan sepatu manis itu di kakinya. Rambutnya yang terkuncir bergerak kesana-kemari mengikuti irama loncatan gadis itu. Ia terus berlari ke sana kemari, melewati rerumputan, bebatuan, sungai-sungai, bahkan genangan air. Lalu gadis itu masuk ke dalam hutan rimba. Marisa melihat gadis itu jatuh terduduk. Sepatunya terlepas satu. Ia memungut sepatu itu dan bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah gadis itu menangis. Bukan karena ia terjatuh di hutan tadi, tapi karena sepatunya, sepatu kesayangannya tertusuk duri pohon dan berlubang cukup parah. Duri itu hampir mengenai telapak kaki dan bisa jadi membuatnya luka parah, tapi sepatu itu menyelamatkannya. Ia masih menangis sambil berusaha memperbaiki sepatunya. Keesokan hari sepatunya hanya ditaruh di kotak kaca, ia hanya bisa memandanginya sepanjang hari. Ingin rasanya gadis itu memakai sepatu kesayangannya itu dan mengajaknya berlarian menikmati sinar mentari cerah di luar sana. Tapi gadis itu takut, takut melukai sepatu kesayangannya itu untuk kedua kalinya. Begitu besarnya rasa sayang gadis itu pada sepatunya, sampai ia tidak tega melukainya, bahkan berdiri di atasnya. Membayangkan menginjak sepatu itu membuatnya sesak. Tapi kesesakan lainnya hadir kala ia memendam rindu untuk memakai sepatu itu dan berlarian bersamanya lagi. Ia menangis tiada henti. Ia amat rindu.
Pada adegan lain, Marisa melihat dirinya sendiri menerima sepatu itu dari gadis berkepang di suatu taman. Gadis itu berpesan agar Marisa  menjaganya, mempercayakan padanya sepenuhnya. Ia tersenyum, berbalik arah dan pergi. Tapi tak lama ia menangis, menangis bahagia.
Marisa terbangun karena kereta mereka sudah sampai di tempat tujuan. Tifany terkejut melihat sahabatnya itu menangis selagi tidur. Marisa juga kaget mendapati air mata menggenang di pipinya. Ia mencari bungkusan sepatu itu, dan memeluknya. Lantas ia membalik bagian bawah sepatu itu yang sebelah kanan. Tampak tersamar lubang yang diperbaiki dengan rapih. Jadi mimpinya itu benar-benar nyata. Sepatu ini pernah tertusuk duri dan rusak. Gadis itu tidak tega memakainya lagi, karena takut akan melukainya untuk kedua kali. Entah mengapa Marisa merasa berkali lipat lebih mencintai sepatu itu dan akan menjaganya, teringat pula pesan gadis itu yang disampaikan melalui mimpi. Ia tidak akan melukai sepatu itu dan akan selalu menjaganya.
Sepatu Marisa memang tidak baru, tapi dia bahagia memakainya. Sepatu Marisa memang tidak mengkilat dan bukan dari brand terkemuka, tapi sepatu itu selalu cocok dipakai Marisa di segala suasana, seakan sepatu itu bisa cepat beradaptasi mengikuti penampilan Marisa. Dan Marisa gemar memakainya sehari-hari, serta merawatnya dengan sepenuh hati. Sepatu itu awet sekali dan tampak selalu indah dipandang mata. Marisa bahagia memilikinya. Begitupun pula sepatu itu tampak bahagia melindungi dan mengihias kaki Marisa sepanjang waktu. 


“Orang yang begitu menyayangimu tidak akan tega membuatmu terluka, walaupun itu akan melukai dirinya sendiri” (Mawar_cahaya)




0 comments:

cerita pendek

Me vs Stalker

11:58:00 PM Dee 0 Comments



Siapa saja yang telah melihat profil anda
1. Diana Natalia 3242 kali melihat profil anda
2. Regina Sulistya 10 kali melihat profil anda
3. Dony Mukti 3 kali melihat profil anda
4. …

            Mataku terbelalak melihat apa yang tertera di layar smartphone. Mulutku menganga cukup lebar.

            “Gila, ada yang stalkingin kamu. Wah selamat. Hahaha. Pengen juga dong distalkingin…”, Mutia teman sekelasku yang juga lagi membuka akun media sosialnya tepat di sebelahku langsung berteriak heboh begitu melongok ke layar dan ikut melihat juga apa yang aku lihat. Ya, akhir-akhir ini muncul aplikasi untuk mengetahui siapa saja yang sering membuka jendela profil sosial media kita. Awalnya aku mengira itu hanya hoaks belaka dan gak penting lah untuk tau siapa yang buka-buka profil sosmed kita. Tapi karena teman-teman sekolah ku cukup ramai juga membicarakan aplikasi itu, aku jadi tertarik untuk ikut mencobanya.
            Aku cukup terkejut mendapati angka 3242 yang cukup fantastis menurutku di chart hasil yang ditunjukan oleh aplikasi itu. Sulit untuk mempercayai ada seseorang di luar sana yang menguntit kegiatanku lewat sosial media sesering itu. Perasaanku antara bangga, heran, takjub, sekaligus ngeri bercampur menjadi satu.
            “Oh plis, orang ini pasti cuma ga ada kerjaan aja bolak-balik nengokin profil ku. Apa coba yang mau dia cari di sana? Kan isinya cuma curhatan sampah. Ahahaha”, tertawa ku terdengar cukup klise di telinga Mutia.
            “Say, anyway kamu harus hati-hati deh sama para stalker itu. Kadang mereka suka terlalu kepo, terlalu pengin tau dan ikut campur urusan orang. Sampai ada yang bertindak aneh-aneh loh. Eh Rin, kamu kenal gak sih siapa si Diana…Diana… yang stalkingin ini?”
            “Gak…” Jawabku lesu.
            “Yaudahlah ga usah difikirin. hang out yuk!”
@
            Sore itu aku, Mutia, dan pacar baruku Kevin hang out bareng di sebuah mall yang letaknya tidak terlalu jauh dari kompleks perumahanku. Setelah kaki kami rasanya sudah mau copot akibat terlalu lama berkeliling di mall itu, akhirnya kami memutuskan untuk singgah makan, minum, selonjor di sebuah café coklat favorit kami. Setelah memesan menu makanan dan minuman yang kami suka, perbincangan haha hihi pun berlanjut.
            “Heh, Kev. Kayanya kamu perlu nyewa bodyguard buat ngawal Rinanti deh. Dia dikuntit orang tuh, siapa tau orangnya mau berbuat jahat. Kali aja sepulang sekolah Rinanti diculik, dibawa ketempat gelap, disiksa, terus dikirim ke Vietnam buat jadi TKW. Hih, kan syereeemmm” dengan nada sedikit menggoda Mutia berbicara seperti itu sambil menjawil tangan Kevin pake garpu cake.
            “Pikiranmu jelek banget sih Mut”, aku menanggapinya dengan wajah merengut. Sedangkan Kevin cuma ketawa mendengar pernyataan Mutia.
            “Hahaha, eh kok seru banget sih ada yang stalkingin. Kamu punya fans tuh Rin. Wah hebat. Semoga aja penguntitnya orang kaya yang rela ngasih apa aja buat idolanya. Kalau stalkernya ternyata orang cupu banget, kere, dan sedikit berbakat menjadi psikopat mah Wasalam aja deh.. ahahaha”, bukannya membela, Kevin malah ikut berkomplot menggoda ku. Jelas aku bertambah gondok. Untung saja cake Coklat Praline pesananku sudah datang. Langsung saja aku mengambil potongan kecil ke mulutku, dan potongan super besar ke mulut Kevin untuk membungkam mulut jailnya itu. Hegh, uhuk uhuk. Kontan saja dia tersedak menerima serangan itu. Gantian aku dan Mutia yang terbahak melihat Kevin kelimpungan mencari segelas air putih untuk melegakan tenggorakannya.
            2 jam kami habiskan nongkrong di café coklat itu. Lalu Mutia mohon diri pulang karena supir pribadinya sudah menjemputnya. Sedangkan aku diantar Kevin dengan mobilnya pulang ke rumah.
            Kami sudah sampai rumah, Kevin membukakan pintu mobilnya untukku. Dia memang sejenis lelaki romantis dan gantle, aku sangat suka diperlakukan bak putri seperti itu olehnya. Itu lah mengapa aku sangat bangga memiliki dia sebagai pacarku.
            “Terimakasih untuk hari ini yah Sayang. Salam buat mama kamu”, dia mencium lembut pipiku sebagai ucapan perpisahan. Sebelum masuk ke mobil, dia melongokan kepalanya, dengan sedikit berteriak memanggil namaku.
            “Rinanti, hampir saja aku lupa. Minggu depan kosongkan agendamu ya. Aku mau kamu ketemu sama teman kecilku”
            “Oh, Ok”
@
            Aku menghempaskan diri di kasur empuk kesayangku. Meraih laptop dan langsung saja tenggelam dengan dunia tulis menulis jurnal pribadi iseng yang biasa ku lakukan menjelang tidur. Setelah aku mengunggah ke blog dan memberikan link nya ke jendela profil sosial media ku. Tak lama muncul friend request di personal message milikku. Itu dari Diana. Diana Natalia. Stalker misterius itu.
            Berbarengan dengan friend requestnya, muncul pula sebuah pesan.
            Hai Rinanti, salam kenal. Aku Diana. Please be my friend Rin.
            Best wishes

            Sebelum aku mengkonfirm permintaan pertemanannya. Dengan penuh rasa ingin tahu aku membuka profil miliknya.
Diana Natalia. Oh!
Ternyata dia pernah satu sekolah dengan Kevin. Apa mungkin... Jangan-jangan dia…
Oh No! Masa aku harus berhadapan sama mantan pacarnya Kevin?
Dan lagi, My God. Aku langsung membenamkan kepalaku ke bantal begitu melihat foto profilnya yang super duper cantik bak model internasional itu. Tamat deh gue!
@
            “Riiinnn… Rinanti bangun. Ini ada paket untuk kamu”, suara mama membuatku terbangun dari tidurku. Dengan setengah sadar aku turun dari tempat tidur, dan berjalan terhuyung menuju pintu kamar.
            Duk!
            “Aduh Mama kalau mau masuk kamar Rin, ketok pintu dulu dong. Sakit ni kejedot pintu”, ternyata Mama sudah muncul di depan pintu kamarku berbarengan dengan aku yang akan meraih handle pintu kamar.
            “Maaf sayang, Mama kira kamu masih ngulet-ngulet males di tempat tidur. Jadi Mama aja yang naik ngasih ini. Aneh Rin. Gak ada nama pengirim dan alamatnya. Jangan-jangan bom” canda Mama.
            Mama pergi meninggalkan ku yang terbingung-bingung mendapati paket yang datang sebegini pagi tanpa nama pengirim. Aku sangat parno untuk membukanya, jadi aku memutuskan untuk membawanya ke sekolah saja dan berkonsultasi dengan Mutia terlebih dahulu sebelum membukanya.
@
            “Haaaah! Jadi stalker itu mantan pacarnya Kevin dan dia cantik banget??!! Hmmm…. Gak heran sih, Kevin cakep, macho, kaya, manis gitu, pasti mantannya banyak dan cakep-cakep juga”, seru Mutia setelah kuceritakan apa yang kudapati semalam.
            “Yeaahh…” jawabku lemah.
            “Rin… you know what? Cewek dengan penampakan model gitu biasanya personality nya minus loh. Itu sih yang gue tangkep dari film-film drama. Hati-hati Rin, jangan-jangan emang dia mau berniat buruk sama kamu”
            “Yeah again… aku juga kepikiran hal yang sama Mut. Ditambah lagi pagi-pagi tadi di depan rumah gue ada ini”, aku mengangsurkan boks paket yang tadi pagi sampai ketanganku tanpa nama itu ketangan Mutia.
            “Coba kita buka aja yah. Bismillah”
            Pelan-pelan kami membuka boks itu dengan perasaan amat dag-dig-dug bergemuruh di dalam dadaku.
            “Huaaaaaaaaaaa” aku dan Mutia berteriak bersamaan. Boks itu yang ternyata berisi katak hidup yang meloncat setelah kami buka sudah ku lempar entah kemana dan kutinggal lari.
Hosh hosh…  Setelah kami cukup jauh berada dari katak-katak hijau berlendir itu dan dirasa aman. Aku dan Mutia berhenti.
            “Iseng banget sih ngirim begituan” teriak Mutia. Sementara badanku masih menggigil ngeri karena satu-satunya hewan yang memang paling kutakuti adalah katak. Tanganku tidak juga lepas menggenggam tangan Mutia. Kaki ku terasa lemas.
            “Aku sih gak negatif thingking ya Rin. Apa ini kerjaan stalker lo ya?”
            Aku masih belum bisa mengeluarkan kata-kata karena masih shock dengan isi kotak itu. Tiba-tiba terbayang lagi bentuk katak hijau besar itu dengan bunyi nya yang.. ohh… sungguh mengerikan bagiku. Badanku lemas. Bruk! Aku terjatuh ke arah Mutia. Dan aku terbangun di Ruang UKS.
@
            “Hallo Rinanti. Kamu sudah sadar? Aku dikabarin Mutia katanya kamu pingsan di sekolah. Kamu gak apa-apa kan Sayang?”
Aku terbangun oleh dering miscall dari kekasihku Kevin.
            “Iya, aku gak apa-apa. Cuma shock aja kok”
            “Shock kenapa?”
            “Umm.. itu.. karena… anu..”
            “Nanti aja deh ceritanya, kayaknya kamu lagi butuh banyak istirahat. Oh ya nanti kamu pulangnya dijemput adikku ya. Aku lagi ada urusan sama seseorang. Maaf banget. Cepat pulih Sayang”
            Tut…tutt….tut..
`”Ok. Fine..”
@
            Sesampai di rumah, Mama menyambutku dengan ekspresi cemas.
            “Kamu pucat Rin? Ada apa?”
            “Gak apa-apa kok Ma. Rin cuma butuh istirahat. Rin naik ke kamar dulu ya Ma”
            Bruk! Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Tanganku meraba-raba isi tasku mencari hp lalu aku mengetikan kata-kata basa-basi terimakasih kepada adiknya Kevin yang telah mengantarku pulang. Aku tidak begitu mengenal Rosy adiknya Kevin, karena gadis itu cukup pendiam dan aku biasanya akan jadi pendiam juga jika berhadapan dengan orang pendiam. Sepanjang jalan kami tidak banyak melakukan percakapan. Walau begitu aku merasa Rosy adalah anak yang manis. Ya, manis seperti Kevinku yang sangaaatt manis.
            Ku lihat ikon pemberitahuan sosial media ku berkedip. Ada status pembaruan dari Diana. Oh ya, kemarin aku sudah khilaf menerima dia sebagai temanku. Dan entah mengapa, setelahnya setiap ada perubahan baru pada profil maupun statusnya itu akan terhubung kepadaku, seakan aku harus tahu juga apa yang terjadi padanya.
Statusnya berbunyi.
Thanks Kev. Aku gak sabar untuk bertemu dengannya.
Dengannya? Dengannya siapa? Dia mengucapkan terimakasih pada Kevin, apa Kevin hari ini tidak bisa menjemputku karena ada urusan bersama seseorang itu maksudnya sedang bersama Diana? Pertanyaan-pertanyaan berloncatan dalam pikiranku. Lalu kulihat ikon pesan berkedip. Dari Diana.
Hai Sayang. Bagaimana kabarmu hari ini? Pasti menyenangkan ya! Ahahaha tidak sabar untuk hari itu.
Hari itu, hari apa? Muncul pemberitahuan lagi bahwa ada yang menyukai status yang kubuat kemarin sore setelah Kevin mengantarku pulang.
Diana menyukai status Anda: Lusa aku akan menyapa seseorang yang menjadi salah satu bagian dari dunia Kevin.
            Aku menjalankan aplikasi pendeteksi stalker dan mendapati jumlah Diana melihat profilku semakin bertambah. Oh, aku harus lebih berhati-hati padanya. Noooo…..  whats next?!!
@
Hari itu aku datang ke rumah Kevin. Sendiri. Rumah kami memang tidak terlalu jauh. Masih satu komplek. Dan aku cukup mengendarai sepeda lipatku untuk sampai ke sana.
            Kevin menyambutku dengan senyum menawannya setelah aku sampai di sana dan langsung mempersilakan aku untuk duduk di ruang tamu.
            Dari dalam muncul seorang wanita membawa nampan plastik berisi minuman dingin dan kue-kue kering. Ia tersenyum sangat manis.
            “Rin kenalkan ini Di..”
            “Hai Rinanti” belum sempat Kevin menyelesaikan kalimatnya, wanita itu menyapa ku dengan aksen tegas, ramah, dan menyenangkan seraya menjulurkan tangannya ke arahku.
            “Kalian sudah saling kenal? Wah baguslah” tambah Kevin.
            “Hai Diana. Jadi teman masa kecil Kevin itu kamu. Maaf aku memang belum tau apa-apa soal Kevin. Baru beberapa bulan kami kenal dan jadian”
            “Iya. Senang bertemu denganmu. Oh ya, ini aku mau memberi kamu hadiah perkenalan sekaligus hadiah atas kekagumanku padamu Rin”
            “Tidak usah repot seperti itu. Terimakasih ya Di” tidak ada sama sekali aura intimidasi di sini. Diana gadis yang manis, dia memberiku hadiah. Hadiah? Kenapa tiba-tiba aku jadi sedikit takut menerima hadiah darinya ya.
            “Diminum Rin. Kamu pasti capek bersepeda ke sini. Itu aku yang membuat. Biasa kalau aku ke rumah Kevin. Apa-apa biasanya nyiapin sendiri, dari dulu rumah Kevin sudah ku anggap sebagai rumahku juga sih Hihihi” kikik Diana sambil meninju kecil lengan Kevin.
            “Iya. Diana itu sahabat terbaik sekaligus kakak terhebat dalam hidupku” seru Kevin.
Terbaik, terhebat? Hah? Puji aja dia terus. Jadi begini memperkenalkan teman kecil ke pacarmu. Rupanya aku mulai cemburu terhadap mereka. Dengan perasaan tak menentu aku langsung saja menenggak minuman yang terhidang di depanku dengan sedikit rakus.
Glek-glek-glek…
            “Bagaimana jus tomatnya? Gak usah terburu-buru gitu juga minumnya kali Rin. Santai aja” seru Diana.
            Tiba-tiba aku menghentikan  tegukanku. Jus tomat??!! Aku memuntahkan sisa jus yang tertinggal di rongga mulutku. Wajahku mulai memerah bagai tomat, dan muncul bintik-bintik. Aku alergi jus tomat sedari kecil. Oh tidaaaakkk!!
            Aku segera berlari ke luar rumah, menyambar sepedaku, dan bergegas pulang. Aku sangat malu diperlakukan seperti itu. Begitu aku mau mengayuh sepeda, ku lihat ban nya bocor, tersayat. Seperti ada yang sengaja menyayatnya. What a very bad day!! Arrrrgghh..,
            Diana dan Kevin menyusulku.
            “Apa yang kamu mau dari aku? Kamu pasti sengaja mempermainkan aku kan? Menyuruhku meminum jus tomat yang membuatku alergi setengah mati, menghadiahi ku katak yang sangat kubenci, menyayat ban sepedaku hingga bocor, terlebih lagi kamu selalu menguntit akun sosial media ku. Kamu mempelajari kehidupanku untuk mengerjaiku kan? Apa lagi hadiah sialan ini! Ini pasti berisi sesuatu yang sangat kubenci. Apa yang kamu mau hah? Memonopoli Kevin? Kamu gak suka aku pacaran sama sahabatmu ini? Bilang aja!”
Emosiku tumpah di tengah jalan. Penampilanku sangat-sangat menyedihkan hari itu.
“Rin, maafkan aku. Aku benar-benar gak tau kamu alergi jus tomat. Rosy yang memberitahukan kamu sangat suka jus tomat. Jadi aku membuatkannya untukmu.”
“Hah??? Rosy?”
“Hadiah itu, itu murni ku berikan untukmu sebagai hadiah perkenalan dan kekagumanku akan tulisan-tulisan yang sering kamu muat di blog dan juga sosial media. Ya aku memang sering mengunjungi profilmu, semata untuk membuka link ke blog pribadimu karena aku suka semua tulisanmu, aku mengikutinya sejak lama. Tulisanmu menginspirasi dan berpotensi jika dijadikan buku. Kevin kemarin menemaniku mencarikan hadiah buatmu dan berharap kamu suka. Aku sangat mengagumi mu Rinanti, aku sangat ingin berteman denganmu. Akupun sangat bahagia jika Kevin berpacaran dengan wanita hebat seperti kamu” matanya begitu memancarkan ketulusan.
Aku membuka hadiah yang diberikan. Sebuah buku terjemahan karangan penulis favoritku. Haaa? Mataku berkaca terharu. Buku ini sudah lama sekali ingin aku miliki dan Diana memberikannya padaku seolah dia sangat tahu apa yang aku mau dan seperti telah mengenalku sejak lama.
Belum sempat aku mengucapkan terima kasih, Diana berujar
“Rin, aku sama sekali tidak tahu masalah katak dan bocornya ban sepedamu. Aku tidak seiseng itu”
“Lantas siapa yang melakukannya?” seru Kevin.
“Oh tidak lagi-lagi…” seru Diana.
“Rossyyyyy… !!!” teriak mereka berbarengan kemudian berlari menuju rumah untuk menangkap gadis kecil itu.  Aku ikut berlari menghampiri mereka.
“Hey lepaskan aku” teriak Rosy.
“Cepat minta maaf pada kak Rinanti” teriak Kevin tak kalah kerasnya.
“Aku benci Kakak Rin!” Rosy yang pendiam terlihat agresif dan mengamuk. Tak ku sangka aku begitu dibenci oleh adiknya Kevin.
“Aku benci siapapun yang berpacaran dengan kakakku. Tidak ada yang boleh menjadi pacar Kak Kevin. Ya, aku yang mengirim katak, dan mengempeskan ban sepeda kak Rin serta menyuruh kak Di membuatkan jus tomat untuk kak Rin. Aku tahu semua yang dibenci oleh kak Rin. Itu semua ku lakukan agar Kak Rin gak dekat-dekat lagi dengan Kak Kevin”
            Aku menghela nafas lega. Terjawab sudah apa yang selama ini terjadi padaku. Ini ulah adiknya Kevin yang semata-mata takut untuk kehilangan waktu berharga bersama kakak tercintanya. Aku amat sangat memaklumi itu.
            “Rosy, Kak Rin sama sekali tidak bermaksud merebut Kak Kevin dari kamu. Kita bisa main bersama, dan menghabiskan waktu bertiga sesering mungkin” ujarku sambil memeluk Rosy.
            “Maaf ya Rin. Rosy selalu seperti itu pada semua pacar Kevin” tambah Diana.
            “Ya selalu seperti itu. Tapi ku fikir kali ini Rosy berubah. Karena ku perhatikan dia tampaknya cukup menyukaimu Rin.  Dia suka bertanya banyak hal tentangmu. Membaca semua ceritamu, di blog. Dan..” aku memotong Kevin.
            “Tunggu sebentar. Di, kamu melihat akun sosial media ku sebanyak 3000an kali, apa iya sesering itu?” tanyaku pada Diana.
            “Tidak juga, hanya beberapa kali. Aku heran bagaimana Rossy bisa tahu banyak hal, bahkan terlalu mendetail tentang kamu Rin? Oh jangan-jangan. Rossyyy…  kamu memakai akunku untuk menstalk Kak Rin kaann?? Dasar setan kecil!!” Diana gemas mencubiti  Rosy.
            “Hahahaha… “ aku dan Kevin tertawa berbarengan melihat Rosy dicubiti Diana.




0 comments: