cerita pendek
Sepatu yang (tidak) baru untuk Marisa
And to the rest of the world,God gave you shoes to fit youSo put 'em on and wear 'em(Eminem)
Marisa ingin sekali sepatu baru.
Sudah ratusan toko sepatu ia datangi, sudah ribuan katalog sepatu ia bolak
balik, sudah tak terhitung online shop yang ia lihat, tapi tak jua ia membeli
sepatu baru idamannya. Bukan karena uangnya tidak cukup untuk membeli sepatu
mahal. Tapi Marisa agak pemilih dan sedikit idealis. Ia tidak akan membeli
sepatu jika dirasa modelnya tidak cocok dan tidak nyaman dipakai di kaki
indahnya.
Sore itu Marisa minta ditemani Tifany
ke toko sepatu di luar kota. Tifany tidak bisa menolak permintaan Marisa,
karena Marisa adalah sahabat baiknya, lagi pula ia punya banyak waktu luang.
Jadilah sore itu mereka berangkat berdua ke luar kota yang dimaksud dengan
menaiki kereta.
Sepanjang perjalanan yang
berhujan, Marisa membayangkan akan menemukan sepatu idamannya di toko yang akan
ia datangi. Ia senyum-senyum sendiri sambil memandangi guyuran air hujan yang
membasahi kaca gerbong kereta di luar sana.
Kereta mereka sampai setelah 4
jam perjalanan, Tifany membangunkan Marisa yang tertidur bersandar di
pundaknya. Mereka berdesakan keluar kereta bersama para penumpang lainnya.
Cuacanya di luar sana sudah tidak berhujan, tetapi langit mulai menggelap dan
udara cukup dingin menusuk kulit. Mereka segera bergegas mencari penginapan
yang lokasinya tidak jauh dari stasiun kereta.
Marisa menghenyakan tubuhnya di
atas kasur yang tidak terlalu empuk di penginapan murah dekat stasiun. Matanya
setengah terpejam. Dirasakan Tifany menepuk telapak kaki kirinya.
“Mandi dulu, baru tidur, agar
tubuhmu tidak gatal-gatal” katanya. Marisa menuruti apa kata sahabatnya dengan
setengah malas terhuyung ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Malam tadi mereka tidak sempat
makan malam, jadilah pagi ini mereka dilanda lapar yang hebat. Perut kedua
gadis itu keroncongan bukan main. Setelah bersiap-siap mereka mulai
melangkahkan kaki berburu sarapan di kota asing itu, dilanjutkan dengan tujuan
utama Marisa pergi ke sana yaitu mencari sepatu yang diidam-idamkannya sejak
lama. Entah mengapa ia begitu yakin hari itu ia akan menemukan sepatu yang
diinginkannya.
Mulai pagi hari sampai matahari
kini tepat di atas kepala mereka, rupanya Marisa belum juga menemukan sepatu
yang diinginkannya. Seluruh pelosok kota ia datangi. Kakinya sudah ratusan kali
mencoba sepatu-sepatu yang dipajang di etalase toko, jawabannya tetap sama:
tidak cocok.
Tifany mulai lelah meruntuti
langkah kaki Marisa ke sana dan kemari. Wajahnya tampak kesal. Tapi ia tidak
bisa menyalahkan Marisa, karena dia sudah hafal bahwa teman baiknya ini tidak
bisa dan tidak akan mau disalahkan. Tabiatnya memang keras. Akhirnya, cukup
sehela-dua hela nafas panjang saja yang ia hembuskan untuk mengusir
kekesalannya.
“Sa, Kayanya yah, sudah hampir
semua toko sepatu dan mall kita datangi di kota ini. Mungkin belum jodohmu
bertemu sepatu impian, kita pulang sa...”
“Tunggu Tif, aku mau kesana”
serunya memotong kalimat Tifany, lantas Marisa menarik agak paksa tangan Tifany
ke sebuah acara bertemakan “Garage Sale”.
Banyak benda-benda antik dan unik
terpajang di meja-meja kayu panjang. Di beberapa sudut tertulis: Preloved
stuff: On Sale Today! Yang berarti benda-benda yang dijual di sini merupakan
barang bekas yang dulunya merupakan barang-barang kesayangan pemiliknya.
Tifany tampak sibuk melihat-lihat
barang-barang yang didisplay, sesekali memotretnya dan diunggah ke instagram.
Sementara Marisa tetap pada pendiriannya yaitu mencari sepatu impiannya.
Kurang lebih satu jam mereka
mengitari tempat itu, Tifany memutuskan membeli sebuah topi pet lucu berwarna
coklat, yang tampaknya sangat cocok dipakai di atas kepalanya. Sementara Marisa
belum juga mendapatkan apa-apa untuk dibeli. Ia terduduk lemas di sisi salah
satu booth. Kakinya diselonjorkan ke depan, tangannya mengurut kedua betisnya
yang mulai nyut-nyutan. Tifany duduk di sampingnya menemani sambil minum es teh
yang ia beli baru saja.
Sesaat setelah mereka
beristirahat, tiba-tiba “Pluk”. Sebuah sepatu flat berwarna baby pink jatuh
tepat di atas kepala Marisa. Ia kaget bukan kepalang. Dari mana asalnya sepatu
ini? Ia memungut jatuhnya sepatu itu dan mengamati sesaat. Sepatu itu hanya
sebelah kiri, kemana yang sebelah lagi? Sewaktu ia berdiri masih sambil
memegang sepatu yang jatuh dari antah berantah itu, kemudian sesosok gadis berkepang
dua seumuran dengannya berlarian ke arahnya sambil berteriak, “Hey kamu! Itu
sepatuku” katanya.
Marisa gelagapan sesaat seraya
menyerahkan sepatu kepada gadis berkepang itu, “Ini punyamu? Kok bisa terbang?”
katanya polos.
“Hihihi. Mana ada sepatu yang
bisa terbang?” kata gadis berkepang itu sambil terkikik. “Itu memang sepatuku,
dan aku sengaja melemparnya ke sembarang arah. Karena..”
Marisa dan Tifany serius menanti
alasan gadis itu melempar sepatunya sembarangan.
“Karena aku ingin memberikannya
pada seseorang. Aku tidak tahu ingin memberikan sepatu kesayanganku ini pada
siapa. Aku ingin menjualnya tapi tidak tega, sedangkan ada yang mengajak untuk
barter tapi aku sedang tidak ingin punya sepatu lainnya. Jadi aku sengaja
melemparnya sembarang arah, berharap ada seseorang yang menemukannya dan orang
itu memang layak menerimanya” jelasnya panjang lebar.
“Jadi kau memberikan ini
untukku?” tanya Marisa.
“Ya sepatu itu untukmu” jawab
gadis berkepang itu sambil menyerahkan yang sebelah lagi.
“Aku tidak bisa menerimanya, ini
sepatu kesayanganmu, kenapa kau berikan pada orang asing? Padaku?” selidik
Marisa.
“Tidak ada alasan yang berarti.
Aku hanya ingin belajar berpisah dengan sesuatu yang amat kusayangi. Karena
pada akhirnya setiap perjumpaan pasti ada perpisahan kan? Lagipula aku ingin
orang lain merasakan berdiri di atas sepatu itu sepertiku. Rasanya
menyenangkan. Coba saja!” tantangnya ceria.
Marisa merasa gadis ini
berfikiran agak aneh, tapi setelah ia menimang sepatu itu, seketika ia merasa
begitu saja jatuh cinta padanya. Dan rasa ingin memiliki membuncah dari dalam
hatinya. Mungkin sepatu ini memang ditakdirkan untuknya. Perlahan ia mencopot
sepatunya sendiri dan mencoba sepatu flat baby pink yang indah itu.
“Cocok sekali! Sepertinya sepatu
itu memilihmu. Dia tampak menyukaimu” seru gadis berkepang itu penuh semangat.
Marisa masih belum mengerti apa
yang dimaksud gadis itu, tapi ia merasa sangat nyaman memakai sepatu itu seakan
tidak ingin melepaskannya lagi dari kakinya. Setelah mengucapkan terimakasih, Marisa
berpamitan pada gadis itu.
Kini Marisa dan Tifany berada di
kereta pulang. Selama perjalanan Marisa tertidur dan bermimpi. Ia bermimpi
melihat gadis berkepang itu memakai sepatu flat babypink yang tadi diberikan
padanya. Gadis itu tampak berlari riang dengan sepatu manis itu di kakinya.
Rambutnya yang terkuncir bergerak kesana-kemari mengikuti irama loncatan gadis
itu. Ia terus berlari ke sana kemari, melewati rerumputan, bebatuan,
sungai-sungai, bahkan genangan air. Lalu gadis itu masuk ke dalam hutan rimba.
Marisa melihat gadis itu jatuh terduduk. Sepatunya terlepas satu. Ia memungut
sepatu itu dan bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah gadis itu
menangis. Bukan karena ia terjatuh di hutan tadi, tapi karena sepatunya, sepatu
kesayangannya tertusuk duri pohon dan berlubang cukup parah. Duri itu hampir
mengenai telapak kaki dan bisa jadi membuatnya luka parah, tapi sepatu itu
menyelamatkannya. Ia masih menangis sambil berusaha memperbaiki sepatunya.
Keesokan hari sepatunya hanya ditaruh di kotak kaca, ia hanya bisa
memandanginya sepanjang hari. Ingin rasanya gadis itu memakai sepatu
kesayangannya itu dan mengajaknya berlarian menikmati sinar mentari cerah di
luar sana. Tapi gadis itu takut, takut melukai sepatu kesayangannya itu untuk
kedua kalinya. Begitu besarnya rasa sayang gadis itu pada sepatunya, sampai ia
tidak tega melukainya, bahkan berdiri di atasnya. Membayangkan menginjak sepatu
itu membuatnya sesak. Tapi kesesakan lainnya hadir kala ia memendam rindu untuk
memakai sepatu itu dan berlarian bersamanya lagi. Ia menangis tiada henti. Ia
amat rindu.
Pada adegan lain, Marisa melihat
dirinya sendiri menerima sepatu itu dari gadis berkepang di suatu taman. Gadis
itu berpesan agar Marisa menjaganya,
mempercayakan padanya sepenuhnya. Ia tersenyum, berbalik arah dan pergi. Tapi
tak lama ia menangis, menangis bahagia.
Marisa terbangun karena kereta
mereka sudah sampai di tempat tujuan. Tifany terkejut melihat sahabatnya itu
menangis selagi tidur. Marisa juga kaget mendapati air mata menggenang di
pipinya. Ia mencari bungkusan sepatu itu, dan memeluknya. Lantas ia membalik
bagian bawah sepatu itu yang sebelah kanan. Tampak tersamar lubang yang
diperbaiki dengan rapih. Jadi mimpinya itu benar-benar nyata. Sepatu ini pernah
tertusuk duri dan rusak. Gadis itu tidak tega memakainya lagi, karena takut
akan melukainya untuk kedua kali. Entah mengapa Marisa merasa berkali lipat
lebih mencintai sepatu itu dan akan menjaganya, teringat pula pesan gadis itu
yang disampaikan melalui mimpi. Ia tidak akan melukai sepatu itu dan akan selalu
menjaganya.
Sepatu Marisa memang tidak baru,
tapi dia bahagia memakainya. Sepatu Marisa memang tidak mengkilat dan bukan
dari brand terkemuka, tapi sepatu itu selalu cocok dipakai Marisa di segala
suasana, seakan sepatu itu bisa cepat beradaptasi mengikuti penampilan Marisa.
Dan Marisa gemar memakainya sehari-hari, serta merawatnya dengan sepenuh hati.
Sepatu itu awet sekali dan tampak selalu indah dipandang mata. Marisa bahagia
memilikinya. Begitupun pula sepatu itu tampak bahagia melindungi dan mengihias
kaki Marisa sepanjang waktu.
“Orang yang begitu menyayangimu tidak akan tega membuatmu terluka,
walaupun itu akan melukai dirinya sendiri” (Mawar_cahaya)
0 comments: