cerita pendek,

BERSAMA MERAJUT ASA, MERAIH MIMPI

3:11:00 PM Dee 0 Comments




Eh, apa itu? Apa yang lagi kamu corat-coret di atas kertas? Asik sekali rupanya?"
Sahabatku Laura dengan “seenaknya”, tiba-tiba masuk dan menganggetkan ku dengan pertanyaan ceriwis sekaligus kekanak-kanakannya walau usianya sudah menginjak kepala-2 tahun ini, sesuai dengan karakter anak tunggal perempuan di keluarga kaya yang sangat dimanja.

"Mau tahuuu saja sih. Weee...."
Dengan sigap aku tarik kertas itu dan merapatkannya di depan dada agar tak terbaca olehnya.

          "Aaah...Maudy, kok begitu sih? Pake rahasia-rahasiaan segala. Aku mau lihat dooong"
Sambil sedikit merajuk dan memonyongkan bibirnya bak ikan mas koki kelaparan ia mencoba menarik kertas itu. Tapi sebisa mungkin aku menghindar, hingga terjadilah adegan kejar-kejaran mirip film india di kamarku yang tidak terlalu luas ini.

          Entah berapa lama kami terlibat baku hantam dalam rangka memperebutkan secarik kertas putih yang aku sembunyikan darinya, tiba-tiba perasaan lelah dan letih mendera, dan akhirnya kami menjatuhkan diri di atas matrasku yang empuk. Kami saling berpandangan, dan tersenyum, lantas tertawa bersamaan. Ya, kami adalah sahabat baik. Ia sudah terbiasa masuk rumahku, kemudian menggrebek kamarku tanpa permisi, begitu pun sebaliknya dengan aku. Kami mulai dekat 5 tahun lalu sejak ia pindah ke komplek ini. Tempat tinggalnya di depan rumah ku persis. Walaupun ia gadis yang manja, tapi ia manis dan tulus, dan aku sangat suka berteman dengannya.

Setelah kami berdua puas tertawa bersama, lalu kami saling berpandangan, hmmm lebih tepatnya melotot.

          "Ngapain sih, Lo. Mau tau aja urusan orang!"

          "Biasanya juga kan kamu kasih tau aku semuanya. Gak ada rahasia-rahasiaan antara kita kan?"
Kali ini air mukanya dibuat bak anak kucing yang minta susu ke ibunya, berkaca-kaca, imut banget. Aku jadi gak tega dan melunakan nada bicaraku.

          "Laura, ini loooh, aku lagi buat peta hidup"
Aku sodorkan kertas putih tadi padanya. Dia cuma bisa manggut-manggut.

          "Ini apa sih? Kok ruwet banget banyak garisnya?"
Aku terpingkal melihat ekspresi wajahnya yang mencoba meneliti baris demi baris kalimat yang kubuat di atas kertas itu dengan garis-garis banyak melintang di sana-sini.

          "Peta hidup itu apa?" Tanyanya lagi, masih dengan nada polos khas anak-anak.
Lalu dengan sabarnya, bak guru TK yang sedang mengajar anak muridnya berhitung aritmatika aku menjelaskan padanya.

          "Peta hidup itu adalah rancangan masa depan yang kita buat untuk menjadi guideline dalam hidup kita. Masa depan itu memang Tuhan yang menentukan tapi manusia bisa berencana. Nah, biar masa depanku terarah dan jelas aku buat peta hidup lengkap dengan strategi pencapaiannya yang kutulis di kertas ini, Anak manis…"

          "Aaa...I see, kamu prepare banget ya menata masa depanmu?"

          "Iya dong. Lah kalo gag dirancang dari sekarang. Mau dibawa kemana hidup kita?”
          Sambil mendendangkan lagu yang sedang nge-hits dari salah satu band terkenal Indonesia, ia kemudian merengut seraya menjawil pinggangku, namun aku berhasil menghindar. Kemudian dia mencoba menggelitikku, kali ini aku pasrah menerima perlakuannya, dan kita tertawa bersama lagi. Menikmati momen-momen indah itu, bersama.

5 Tahun kemudian.
          "Selamat ya Maudy untuk kelulusannya"
Laura menjadi orang pertama yang menjabat tanganku saat kelulusan S1 ku.
Aku bahagia sekali dia ada di sana.

7 Tahun kemudian
          "Maudy, kamu harus traktir aku. Katanya kamu berhasil dapat pekerjaan di Kota? Selamat ya...Sukses!"
Laura memelukku erat saat pengumuman seleksi pegawai di salah satu Institusi yang aku pilih. Aku merasa dapat dukungan yang luar biasa dari sahabatku untuk menjalani hari-hari pertama berkarirku saat itu juga.

9 Tahun kemudian
          "Maudy, aku berat melepasmu, tapi aku bangga kamu bisa mendapat beasiswa meneruskan S2 di Negara yang sudah lama menjadi impianmu. Semangat ya Sahabat, aku akan selalu ada untukmu"
Ia menangis di lenganku saat aku memutuskan untuk mengambil beasiswa yang ditawarkan oleh kantorku sekaligus membuka jalan untuk meraih impian terbesarku, pergi ke Perancis, dan Laura. Dia ada di sana.

10 Tahun kemudian
Sambungan langsung internasional
          "Maudy, selamat ulang tahun ya, Sayang. Aku bahagia kamu rupanya menjalani studimu dengan lancar di sana. Aku rindu.."
Setahun kami berpisah dan ia menelponku. Kami berbincang langsung dan panjang lebar. Saling melepas rindu. Ia masih memberiku semangat. Ia masih ada.

11 Tahun kemudian
          "Selamat atas dibukanya toko cokelatmu yang baru. Aku akan menjadi pelanggan paling setia seumur hidupku. Janji! Sukses ya dalam hidupmu selalu"
Ia menyunggingkan senyum termanisnya saat duduk di sampingku dalam acara soft opening toko cokelat yang mulai kurintis di Kota ini. Ya, ia masih setia.

12 Tahun kemudian
          "Akhirnya kamu menikah dan menemukan pasanganmu yang tepat. Maudy, aku turut berbahagia atas hari ini. Selamat menempuh hidup baru Sahabat"
          Ia menggenggam tanganku kemudian memelukku erat, dapat kurasakan air mata mulai mengalir di pipi putihnya. Ia selalu ada untukku, selama ini ia selalu mendukungku untuk menemukan puzzle-puzzle kehidupannku. Ya, bagiku, hidup ini adalah sebuah perjalanan menemukan puzzle-puzzle mimpi kita yang tercecer. Kita harus sabar mencari serpihan puzzle itu satu-persatu dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Aku rasa aku sudah melewati masa-masa itu semua dan telah menemukan puzzleku satu-persatu. Hingga suatu saat aku akan merasa utuh dengan terlengkapinya puzzle kehidupanku dan akhirnya aku akan menemukan gambaran sempurna tentang diriku sebenarnya. Jati diriku yang terbentuk karena impian-impian kecil yang kuraih hingga menjadi suatu kesatuan hidupku yang besar. Dan itu berkat dukungan penuh seorang sahabat setiaku, Laura.

          Aku menyadari sekarang. Aku balas memeluknya lebih erat lagi. Laura. Ia lah pecahan puzzle terbesar yang kucari-cari selama ini. Ia yang melengkapiku, ia lah yang membuat gambaran hidupku lebih sempurna. Ia sahabatku yang terbaik, teman setia sepanjang perjalananku menemukan mimpi-mimpiku. Di saat-saat sebelum kami berpisah dan aku mulai melangkah dengan kehidupan baruku. Sahabatku yang sedari dulu aku selalu menganggapnya kekanakan, kini ia berkata dengan pasti, yang kemudian membuat ku menangis haru, bahwa ia sejatinya lebih dewasa dari yang kuduga.

"Maudy, Aku mengucapkan selamat. Kau berhasil sampai di titik ini. Tidak tersesat karena kau patuh pada peta hidup yang kau buat dulu. Mimpi-mimpimu satu persatu sudah kau raih. Kalau kau tahu, dulu, sejak aku membaca peta hidupmu 12 tahun silam. Aku juga lantas membuat peta hidup yang sama dengan capaian tertinggiku yang teramat sederhana, aku ingin mewujudkan mimpi-mimpimu"

You Might Also Like

0 comments: