cerita pendek
Birunya Laut, Jingga Kala Senja
15
tahun lalu, seorang bayi bermata biru ditemukan mengapung-apung di tepian
pantai laut Sengigi. Bapak tua pencari ikanlah yang menemukannya dan
menyelamatkannya dari rasa dingin yang teramat sangat. Kala itu hari masih amat
dini, udara masih membeku. Kala itu pula bapak tua baru pulang mengumpulkan
ikan dari samudra maha luas, dan begitu terkejutnya ia ketika mendapati sesosok
bayi yang cantik jelita sedang menangis meraung-raung di atas sampan kecil menepi
di pantai.
Ia
timang dengan sayang, merapatkan ketubuhnya memberi rasa hangat pada bayi itu.
Bapak tua merasa iba melihatnya yang tak jua berhenti menangis. Kulitnya
keriput, seluruh tubuhnya dingin sedingin es, tangisannya pilu mengiris hati.
Bayi ini keadaannya sangat menyedihkan, mungkin jika tidak segera ditemukan ia
akan segera kehilangan nyawanya karena kedinginan dan kelaparan. Lagi-lagi
bapak tua merasa iba. Saat ia menatap matanya yang mengerjap-ngerjap
memancarkan perasaan menyentuh yang dalam, bapak tua itu seketika seperti
dibelai oleh kedamaian dan kesejukkan. Ia memutuskan membawa pulang bayi jelita
itu, merawat dan membesarkannya sebagaimana anaknya sendiri. Bayi itu memiliki
mata biru, sebiru lautan luas.
Bayi
itu adalah aku. Kakek yang telah membesarkan ku hingga kini aku berusia 15
tahun. Beliau memberiku nama Biru. Tidak lain karena memang mataku yang
berwarna biru, dan pada saat aku ditemukan aku sedang berada di tepi pantai
ditemani air laut yang biru.
Aku
tumbuh menjadi gadis desa yang biasa-biasa saja, lebih cenderung pendiam dan
gemar menghabiskan waktu di tepi pantai. Bersenda gurau dengan deburan ombak
dan berbagi tawa dengan kerang-kerang juga kepiting, serta menyapa langit
berwarna jingga kala sore menjelang.
Sore
itu adalah soreku yang ke sekian ribu. Air mataku bercampur dengan air laut
yang asin. Aku selalu menghabiskan sore kelabuku di sana, tempat favoritku
untuk berkeluh kesah. Entah sudah berapa kali aku disakiti oleh teman-teman
lelaki yang mengaku menaruh perasaan padaku, yang selalu berakhir penderitaan
dan pengkhianatan, dan selalu aku yang harus menjadi korbannya.
Aku
meremas pasir basah di samping lututku, mengepalkannya, dan melemparkan
jauh-jauh ke arah laut. Aku melihat laut yang teramat luas berwarna biru gelap,
serupa dengan warna mataku yang masih juga menitikkan air mata.
Aku
marah, emosi, perih. Mereka, para lelaki itu selalu berkata aku ini memiliki
mata yang misterius seperti monster. Mereka selalu berkata seperti itu, untuk
menjatuhkan harga diriku dan meninggalkanku. Mereka tidak pernah mengerti bahwa
jika sudah menyangkut perasaan aku tidak akan main-main. Tapi apa balasan yang
ku dapat? Ejekan, cemoohan, rasa sakit. Aku tidak pernah benar-benar dicintai
oleh lelaki itu. Aku sangat sedih dan kian membiru setelahnya. Aku membenci
warna biru, dan aku membenci mataku yang membuat mereka berkata, aku ini
seperti monster.
Aku
tengadahkan mataku menahan tangis dari sudutnya agar tidak lagi menetes ke
pipi. Aku berdiri, menghirup nafas perlahan, kemudian menatap lurus matahari
yang kini ditelan lautan. Senja itu berwarna jingga, kini ia bergradasi dengan
biru kelam lautan. Hari berganti malam.
Aku
berada di antara teman-teman sepermainan ku sekarang. Aku menekuk lutut di
sudut ruangan. Mereka asik bermain pistol-pistolan, kuda-kudaan, sedang aku
sama sekali tidak tertarik untuk ikut bergabung. Aku masih juga membiru dengan
mereka, dengan perasaanku.
Aku
masih menatap mereka satu persatu, diantara teman-teman sepermainanku, ada
satu, dua, tiga, empat teman lelaki yang pernah melukai perasaanku. Seketika
emosiku memuncak.
Aku
berdiri dan menggenggam sebuah gunting jahit. Aku meremasnya masih sambil
menatap mereka. Lantas aku berteriak sekuat-kuatnya, mereka berbalik menatapku.
Ya hanya menatap padaku. Dengan dibantu tangan kiriku aku mengarahkan gunting
itu ke arah bola mataku.
Tatapan mereka berubah menjadi teriakan histeris,
sebagian berlari menjauhiku, sebagian lagi menutup mata dan menangis.
Saat itu puncaknya emosiku terlampiaskan. Aku
mencungkil mata biru ku keluar dengan sebilah gunting. Darah merembes ke
mukaku. Rasa sakit di mataku tidak juga mengalahkan rasa sakit di hatiku. Rasa
sakit anak yang direndahkan dan tak pernah dihargai. Namun di sudut lain hatiku
merasa amat puas akan tindakanku baru saja.
Aku
mengarahkan gunting tadi ke arah mata ku yang satunya. Namun sebuah tangan
menahanku. Setelahnya aku tidak lagi mengingat apapun. Karena yang kulihat
hanya kegelapan. Hitam. Bukan biru. Hahaha, rasanya kini aku merasa lebih
tenang dengan kegelapan. Dengan HITAM.
Entah
sudah dua atau tiga hari aku tidak sadarkan diri. Perban melilit di seputar
kepalaku. Aku melihat kakek tertidur di kursi rotannya. Ia selalu menemaniku.
Ya, hanya dia yang dengan tulus mampu menyayangiku dengan sepenuh hatinya,
tidak ada lagi yang lain. Ku rasakan mataku masih nyeri sekali, namun hatiku
masih jauh lebih nyeri lagi rasanya.
Aku
menyibakkan selimutku, dan perlahan menjejakkan kaki ke lantai. Kakek menyadari
aku sudah siuman, ia segera menopang berat tubuhku yang masih limbung. Sorot
matanya menyiratkan kekhawatiran yang teramat sangat.
Namun
aku berkata,
"Kek,
aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin ke pantai"
Kakek
menatap sisa mataku yang masih utuh, ia memandangnya sejenak, seolah mencari
jawaban dari sana. Lalu ia tersenyum dan mengangguk tanda restu.
Senja
kesekian ribu bagiku.
Perasaan ku tidak lagi membiru. Namun sudah
gelap menghitam. Aku benci hidupku, aku benci pantai ini, aku benci birunya
lautan, aku benci birunya langit, aku benci telah dilahirkan di dunia.
Pelan
aku menyusuri tepian pantai, namun lama-kelamaan semakin ke tengah. Permukaan
air semakin dalam, hampir sedadaku. Aku merasa dinginnya air laut, turut andil
mendinginkan perasaanku. Apa beginikah kedamaian itu rasanya? Kalau begitu aku
ingin menyatu saja dengan lautan. Aku berjalan semakin ke tengah.
Tiba-tiba
sebuah tangan terulur, menggenggam pasti tanganku dan menyeretku hingga
ketepian. Tentu saja aku marah padanya.
"Apa
yang kau lakukan? Aku ingin mengakhiri hidupku dan kau malah mencegahnya. Apa
urusanmu? Aku benci semua hal, aku benci padamu walau aku tak pernah
mengenalmu"
"Biru,
ternyata benar ini kamu. Aku mencari-carimu kemana-mana. Kakekmu bilang kamu ke
pantai. Jadi aku menyusulmu ke sini"
Ia memelukku erat sekali. Pria ini, siapa dia?
Kenapa dia tiba-tiba datang dan menggagalkan kematianku? Sungguh tidak sopan.
"Biru,
apa yang kau lakukan? Bunuh diri? Apa kau tidak menyadarinya bahwa hidupmu
berharga, apa kau tidak sadar..."
"Aku
sadar semua membenciku. Aku sudah teramat sakit, aku hanya ingin
menyudahinya"
Aku tidak menangis kala itu, tekadku sudah kuat
untuk mengakhiri kehidupanku sore itu juga.
"Dengarkan
aku. Tidak semua orang membencimu. Kakekmu. Kakekmu sangat mencintaimu. Hidupmu
sangat berarti. Apa yang kau benci? Dirimu sendiri? Dirimu tercipta begitu
indahnya di dunia ini. Matamu yang biru menyimpan kedalaman perasaan yang tidak
bertepi dan aku langsung jatuh cinta begitu pertama kali menatapnya di tepi
pantai kala itu. Jika kau merasa hidupmu tidak berarti, paling tidak
kehadiranmu berarti banyak untukku. Aku merasa damai dan tenang kala menatap
birunya matamu. Mengapa kau berusaha meniadakannya?? Untung masih bisa
diselamatkan yang satu lagi. Biru, bagiku kamu itu amat berharga. Tetaplah
hidup. Aku berjanji akan selalu ada untukmu, dan melindungimu"
"Apa-apaan!
Aku bahkan tidak pernah mengenalmu"
"Itu
tidak penting. Matamu telah berbicara banyak tentangmu. Tiap aku menatapmu sore
hari di pantai ini, aku seakan mendengarkanmu menceritakan seluruh kisah
hidupmu. kepiluanmu, perasaanmu, semua rahasia tentangmu. Mungkin kau tidak pernah
menyadari kehadiranku. Tapi aku berusaha selalu ada untukmu"
"Selalu
ada? Oooh, jadi selain kamu telah menyeretku dari tengah laut tadi, kamu juga
yang menahan tanganku saat aku ingin mencungkil mataku kan??"
Aku
melotot ke arahnya dengan satu mata biruku yang tersisa, menatap lurus mata
coklatnya. Ia hanya tersenyum. Lalu aku menatap ke arah lain dari dirinya. Oh!
Aku tidak menyadarinya. Tangannya, tangan kanannya tidak ada di sana.
Seharusnya tangan kanan lelaki itu menggantung di pundak tegapnya.
Lelaki
berkulit coklat jingga ini membisikkan sesuatu padaku.
"Aku
pernah juga merasa ingin bunuh diri. Aku kehilangan tangan kananku karena
kecelakaan. Padahal aku seorang pembalap. Aku amat memerlukan tanganku utuh.
Namun setelah amputasi, seketika hidupku musnah, hancur, aku tidak lagi ingin
hidup di dunia. Balap adalah hidupku, dan aku telah kehilangannya karena
ini"
Ia mengangkat tangan buntungnya. Masih
tersenyum.
"Setahun
lalu, aku ke pantai ini untuk menenangkan diri. Sampai pada suatu hari aku
sangat ingin mengakhiri hidupku. Namun aku melihat sesosok gadis yang sendiri
menikmati senja, bermain dengan buih laut, begitu menikmati dunianya, ia
menatap laut biru dengan mata birunya yang mempesona. Biru matanya begitu
menyatu dengan suasana pantai kala senja. Gadis itu menyadarkanku bahwa hidup
ini berharga, hidup penuh dengan
kebahagiaan. Dan mata biru itu memberiku semangat untuk menjalani hidupku yang
baru"
Aku
masih terdiam dan membiarkan ia memelukku lagi.
"Terimakasih
Biru. Tetaplah hidup untuk menemaniku menghadapi dunia. Kamu pasti bisa
beriringan denganku menjalani hari-hari yang kian berganti sampai akhir
nanti"
Aku
mengendurkan pelukannya. Aku balik menatap iba padanya. Tidak-tidak...bukan
hanya iba, tapi timbul perasaan hangat di dadaku. Pria ini mampu mencairkan
perasaan beku di dadaku. Aku membalas senyumnya, Senyum penuh ketulusan yang
lahir dari dalam lubuk hatiku terdalam, padanya. Kami masih di sana, kemudian
ia menggenggam tanganku, menuntunnya ke arah rumahku. Pulang.
Senja
itu menjadi latar kami. Menemani kami mengganti hari menjadi malam. Memberi
semangat baru. Langit yang jingga dan laut yang biru terpisah oleh sebuah garis
tengah, namun perlahan kedua elemen warna itu melebur, menjadi sebuah gradasi
senja yang indah.
"Kalau
boleh ku tahu, siapa namamu?"
"Namaku
JINGGA"
sumber gambar:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=9&jd=Kau+Berkata+Tentang+Senja&dn=20080425102411
cieee jingga .. nama yang syahdu ..
ReplyDeleteendingny boleh juga tuh :)
salam kenal yaah ...
Best casino with free spins no deposit
ReplyDeleteThe best new no deposit bonus codes 2021. 브라 벗기기 Our list of top sites with the 포커족보 highest welcome bonuses 토토 사이트 in India, UK, 세븐 포커 Irish and more. Get a no deposit free spins e sport bonus