cerita pendek

Move on!

8:38:00 AM Dee 0 Comments


Malam itu, aku menenggak kopi yang pahit. Pahit sekali. Air yang kental hitam pahit pekat itu perlahan-lahan mulai menawarkan rasa pahit di hatiku.
Kala itu, hatiku sedang dirundung pilu yang teramat dalam. Seseorang disana telah berulang-ulang membuatku terluka dan tak pernah sekalipun menganggapku ada.
Pahit kopi yang ku tenggak lagi dan lagi mampu menemaniku melewati malam ini yang hampir saja menenggelamkanku dalam luapan air mataku sendiri.

Aku terbangun dan masih merasa tercampakkan. Rasanya jiwaku telah terlepas dari raganya, tapi aku belum sepenuhnya mati karena aku masih bisa merasakan sengatan matahari dari jendela mulai menggigiti ujung saraf kulitku.

Ku langkahkan kaki menatap pantulan wajahku di cermin. Kuyu, lemah, mata bengkak sembab sisa luapan tangis semalam, tak bercahaya, tak ada harapan.
Beginikah tampilan manusia yang dilema dihancurkan oleh cinta??
Ya, sayangnya manusia itu adalah aku sendiri.

Tulit tulit.

Masih gontai aku menyeret langkah menggapai hp ku dan menatap kosong pesan singkat masuk di layarnya.

~Aku harap kamu bisa menenangkan diri. Ini semua takdir Tuhan. Aku hanya menyerahkan kepadaNya. Sekarang, carilah pasangan yang lebih baik untukmu. Kamu pasti bahagia~

Bulshit dengan takdir!! Dengan geram aku banting hp ku di atas lantai sampai tercerai cashing dan baterainya. Aku berteriak melolong seperti serigala.
Kenapa harus aku yang mengalah?
Kenapa mesti aku yang harus ditinggalkan?
Tidak adil ini semua!!

Kaki ku lemas seketika. Aku ambruk di kamarku sendiri. Tak sadarkan diri, entah berapa lama aku terpejam. Semuanya gelap. Aku tak bisa melihat apa-apa. Namun pendaran cahaya di titik terjauh dari kegelapan pelan-pelan menghampiriku, makin kuat, aku memicingkan mata yang sebenarnya sedang terpejam itu karena silaunya. Dan aku serasa terlempar ke ruang lain, waktu yang berbeda, seketika aku sudah tidak lagi berada di kamarku.

Aku melihat sesosok tidak asing sedang duduk santai sambil bersenda gurau di sebuah toko kopi. Ku kucek-kucekan mata untuk meyakinkan bahwa pandanganku kali ini tidak keliru. Ya, ternyata itu benar dia, seseorang yang telah meninggalkan ku untuk wanita lain. Dan dia sedang berada di sana, tampak tertawa bahagia dengan wanita yang amat ku benci. Aku ingin begitu saja menghampiri mereka, mengacak-acak meja dan apapun yang ada dihadapan mereka dengan penuh emosi. Tapi anehnya langkahku tertahan, aku tidak dapat menggerakan tubuhku se-inchi pun. Ada apa ini?? Akupun tidak dapat merasakan denyut di nadiku. Apakah aku sudah mati?? Ah, itu tidak penting. Kini mataku sibuk memperhatikan gerak-gerik mereka di cafe itu.

Kini lelaki itu mulai beranjak dari duduknya, ia mendekati wanita laknat itu, perlahan, kemudian mengelus perutnya, mereka tampak tersenyum bahagia. Dan baru saja ku sadari bahwa perut wanita itu telah membuncit. Dia hamil!! Mereka...mereka akan punya anak. Oh, kutukan macam apa lagi ini. Dadaku perih seketika seperti disayat pisau berkarat. Aku ingin segera melarikan diri sejauh mungkin dari tempat ini, tapi lagi-lagi aku tak bisa berkutik. Akhirnya aku hanya bisa memejamkan mata meredam perih tak tertahankan ini. Sesaat terpejam...

Dan ketika aku membuka mata, ternyata aku sudah berada di tempat yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Aku berada di dalam rumah kecil berdebu. Di sana tinggal seorang nenek tua yang terbatuk di atas kursi goyang sambil memegangi sesuatu yang aku tidak tahu apa itu. Ajaibnya, kali ini aku bisa bergerak, namun aku tidak merasakan kaki ku melangkah melainkan melayang. Aku masih belum bisa merasionalkan keadaanku saat ini. Bagiku, keadaanku saat ini masih tidak penting. Aku malah sibuk bergerak berputar di sekitar nenek tua itu. Nenek yang hidup seorang diri, karena aku tidak melihat ada satupun foto keluarga di ruangan itu. Kasian sekali nasibnya, fikirku. Pasti hidupnya amatlah sunyi. Aku melayang ke hadapan nenek tua dan memandangi wajahnya dengan khusyuk. Tiba-tiba, tanpa ku sangka nenek itu melonjak memelototi ku. Aku kaget bukan main. Ia menggeram, gigi tanggalnya gemerutuk. Dan seketika mencengkram lenganku kuat sekali. Ia berteriak nyaris seperti lengkingan halilintar.
"Lihat apa yang kau perbuat pada dirimu, pada kehidupanku!! Seumur hidup aku telah menghabiskan waktu seorang diri. Termakan usia, hidup menua tak berarti dan tidak bahagia. Ini semua ulahmu. Ini semua salahmu!"
Aku ketakutan sekaligus kebingungan dengan amukan nenek tua itu. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulutku, aku tergugu. Nenek tua itu mengendurkan genggaman tangannya, kini berganti memegangi dadanya, seperti terkena tembakan senapan. Ah bukan, nenek tua itu terkena serangan jantung. Aku panik, namun juga tidak dapat berbuat apa-apa saking paniknya. Aku hanya bisa memandanginya yang kian sulit bernafas, hingga akhirnya...satu hembusan nafas terkhir, nenek itu telah tiada.
Aku masih terdiam memandangi pemandangan tragis di hadapanku baru saja. Dan baru ku sadari nenek tua tadi, di tangan satunya ternyata memegang sebuah frame foto. Aku mencoba mengambil dari tangan nenek itu. Aku pandangi lekat-lekat. Aakk! Praaaang!!  Aku menjatuhkannya, kaca frame hancur berkeping-keping. Kali ini aku benar-benar merasa terpukul dan kaget bukan alang kepalang. Ternyata nenek itu dan orang yang ada di foto itu, adalah orang yang sama. Dialah AKU!

Apa yang telah ku perbuat pada diriku sendiri?? Pertanyaan itu berputar-putar di otakku. Aku menangis, menjerit tiada henti, sampai akhirnya aku kembali terserap ke pusaran yang entah mengapa membawa ku kembali ke kamarku. Ke dunia nyata.

Apakah tadi aku sedang berhalusinasi?
Untuk meyakinkannya aku mencubit lenganku sendiri, dan awww... rasanya sakit. Ya sekarang aku berada di dunia nyata.

Apa yang sedang aku bayangkan barusan? Aneh, padahal sebelumnya aku sedang menangis meratapi kepergian lelaki yang ku cintai, pusing, tak sadarkan diri, tiba-tiba aku melihat adegan di sebuah cafe, sepasang lelaki dan wanita yang kubenci begitu bahagia menyambut buah hatinya yang akan melengkapi kehidupan mereka yang begitu sempurna, sementara di sudut lain aku merasa sekarat menahan perih tak berkesudahan, dan setelahnya... Oh, ini yang paling mengerikan. Aku melihat gambaran diriku yang hidup seorang sendiri, menua, kesepian. Aaaaaaakkkk!! aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat ke kanan dan ke kiri seperti orang berpenyakit jiwa.

Aku coba menenangkan diriku, menarik nafas, hhhhheeehhh....satu tarikan nafas berhasil membuatku sedikit berelaksasi. Aku henyakkan pantatku di kursi dekat jendela, mencoba menenggak gelas yang berisi air putih di atas meja kayu.
Tiba-tiba ada secarik kertas terbang begitu saja dari luar jendela ke atas pangkuanku. Aku membuka lipatan dan membacanya. Aku terngaga...secarik kertas itu berisi kata yang mampu membuatku memiliki energi untuk menarik bibirku membentuk lengkungan. Seketika saja aku merasa harus mengubah jalan hidupku. Aku tidak akan berharap lagi pada orang lain di luar sana yang sekarang  sudah pasti bahagia dengan kehidupannya sendiri, bukanlah dengan ku. Aku tidak akan menyesali dan menunggunya lagi sampai aku tua, tidak bahagia, dan kesepian seorang diri. Menyia-nyiakan hidupku sendiri. Buat apa aku mengharapkan kebahagiaan dari orang lain yang belum tentu bisa membuatku bahagia??
Aku lupa untuk menengok ke dalam diriku sendiri bahwa disana tersimpan harapan untuk membuat hidupku ini lebih baik dari sebelumnya. Aku menggenggam erat kertas itu, dan menitikkan air mata penuh syukur dan bahagia karena merasa telah disadarkan. Aku akan tetap melanjutkan hidupku sehidup-hidupnya dan membuatnya bahagia dengan caraku sendiri. Saat itu juga aku merasa hidup kembali dan baru kali ini aku merasa amat mencintai diriku sendiri.

Sebuah kata dalam secarik kertas yang terbang terbawa angin masuk ke kamarku adalah kata yang mampu menyulut semangatku kembali. Secarik kertas itu bertuliskan kata "Move on"

You Might Also Like

0 comments: